Mbok,
Barangkali karena desis gerimis
Malas angin merayap di kedap
tirap
Atau lantun firman agung menyusup
lentur
Menyingkap tudung-tudung jelaga
Terasa kini tanganmu. Akrab
mengusap kepala
Membalurkan doa. Seperti dulu biasa
Saat larut mengantar lelap
Di rapuh hari-hari
remaja
Rindu takzimku tersimpuh
Kutahu betapa rombeng
Kain yang kutenun ini
Kusut benang kurajut dan kuurai
kembali
Tak pernah pantas
Bahkan menjadi pembasuh kaki
Perempuan
Yang dihidupkan debu jalan
Bilakah langit menjuntai hujan?
Telah sejuta telapak kaki
Bertabur di kelok kota yang renta
Leleh keringat. Sengal nafas
Menggayut di tembok tembok retak
terkelupas
Berapa lagi jarak mesti dilintasi?
Detik berarak lalu
Hari-hari bebatu ungu
Menimbun riwayat di guyah langkah
Mengukir gurat di kening dan wajah
Pucat rambut. Membiak keriput
Berangsur sadar remang menyambut
Sedang senyum tak hendak tanggal
Setia. Menantang hari terbakar
Mengeja harap di malam-malam gemetar
Demi bocah lelaki
Yang hanya mengerti mengguratkan
nyeri
Tak terasa. Hidup telah sekian masa
Bersilang warna serupa perca
Dan selalu munajatmu
Telaga bagi kembara letih
Terngiang di batin kau bisiki;
Untukmu, anakku
Selalu ada yang berharga di antara sengit hariRamadhan, Penghujung Juni 2015