Saturday, February 25

Embun


Suatu kali, pernah langit membuka celahnya. Merelakan bebiji  keteduhan lesat melintas
berjuta mereka tinggalkan semesta asal di mana
hangat tak membakar, terang tak menyilaukan, wangi tak menyesakkan
sedang semilir senantiasa menyusup rongga dada dan buluh belulang

Berabad bijibiji  kembara. Meyusuri setiap lekuk langit,
mencecap asin, getir, manis dan pahit
memahami bahasa paling tinggi
menggenggam rahasiarahasia suci

Sebelum kemudian  rebah di tengadah mega
yang berbisik  lembut menahan mereka; Tinggallah sesaat lagi
hari masih terlalu dini. Tidakkah bijak sejenak menunggu tiba matahari?

“Bukan tak ingin berbagi. Pada kami, ada janji yang mesti digenapi
Sedang ada atau tiada matahari, terang selalu bersama kami...”
maka bersayap angin, bijbiji  luruh dalam hening sejati

Menyentuh bumi,
cangkang bebiji retak rekah. Akar terjulur
merambat
meresap di setiap mimpi, meresapi setiap hati
berdaun
berbunga
berbuah
berbiak
hingga setiap tiba pagi
masih kita dengar suara; hidup betapa berarti


Bgr, 250212

Sunday, February 12

Lingsir


ada yang mesti direlakan
aus di antara ketuk dada
lesap bersama lalu ribuan senja

ada yang diam-diam beranjak
meringkus pijar impi kanak
bersijingkat memulas keriput di batang nasib
satu demi satu

sejarah serupa embun
selintas basah di wajah dedaun


pagi kikis kini
emas senja menyepuh pucuk jati
tekukur hinggap selepas kembara sehari
bercakap bahasa peri;
Apa telah dialami
Apa yang menanti

angin sirap. Terang surut
meriap temaram malam muda
sedang rumputan runduk sangsi;
esok, adakah matahari


RBG, 090212

Saturday, February 11

Di Stasiun



menunggu keberangkatan
di stasiun

tersenyum kita. Bayang mata kaca berkaca
saling menanya nama
bercakap sewajarnya tentang langit

bumi dan bungabunga

 

detik tanggal. Hening kekal
udara jadi sewarna api

hingga waktunya lengking kereta
menggetar gema penanda
berderit roda baja. Berdesir juga rongga dada
beradu mata kita menanya;
kereta siapa yang tiba?
 

Tawang, 110212