Monday, August 30

Hidup, Kehilangan, Iman


-->

Beberapa waktu terakhir, agak akrab dengan lagu sebuah band asal Jogja, Letto, terutama lagu  berjudul "Memiliki Kehilangan". Kupikir lagu ini memiliki tema yang agak 'menyimpang' dari banyak lagu yang saat ini sedang laris di pasaran. Mungkin karena itu juga - setahuku - lagu ini bukanlah lagu unggulan. Namun bukan berarti lagu ini - terutama liriknya - tak layak dinikmati, dirasakan...

Thursday, August 26

Berkaca Bhisma

Merenungkan ketulusan,  juga sikap kukuh menepati ucapan, aku teringat Bhisma.

Bhisma, secuil keheningan dalam drama penuh dendam karya Vyasa; Mahabharata. Kukuh namun teduh. Mengenang sosoknya dalam epos besar itu, seperti bersua telaga setelah berhari kembara di padang gersang.

Sejatinya dialah pewaris sah tahta Astina, kerajaan yang nantinya jadi rebutan Pandhawa dan Kurawa dalam cerita Mahabharata. Sebab Bhisma-lah keturunan langsung Santanu -  raja besar Astina. Bhisma pangeran yang lahir dari permaisuri kerajaan; Dewi Gangga. Namun karena keteguhan pada sumpah, juga karena kesadaran akan pengabdian, ia relakan tahta itu tak pernah jadi miliknya. Meski sebenarnya ia berhak, meski sebenarnya ia mampu - dalam Mahabharata, Bhisma diceritakan termasuk manusia yang memiliki daya dan kekuatan selayaknya dewa. 

Ia tanggalkan peluang hidup bergelimang kejayaan sebagai seorang raja, karena sebuah keinginan yang mungkin terlalu bersahaja bagi banyak orang; kebahagiaan ayahnya.

Wednesday, August 25

Tiba Saatnya


Tiba saatnya
senja hening, langit bening
teduh
tapi sesak
     barangkali karena salam belum tersampaikan
     dan kecupmu hangat tertinggal di angan

Detik merapuh
gemetar tubuh, daun jatuh
di sini segala lalu bersaksi
gerakmu, sembilu matamu
adalah puisi yang bisikkan
rindu penghabisan

Dan
akhirnya
rembang benar datang
malam melengang panjang

     karena salam belum tersampaikan
     dan mimpi mesti diberaikan



Pwt, 280705
(Kukutip untuk mengenangmu) 

Monday, August 23

Selepas Kepergian


Apa yang tersisa dari hidup saat semua yang indah terasa muskil?

Bagimu, mungkin terasa berlebihan mengaitkan segala yang indah (dalam hidup) dengan ada/tiadamu. Bila pun hal ini kuungkapkan padamu, aku bayangkan kamu hanya akan senyum (atau menebar tawa khasmu), lantas berkata, "Lagi kenapa sih, kamu? Kehabisan obat, ya?"

Ya, begitulah kamu. Sederhana dan jujur dalam menatap hidup, meski tak pernah sederhana dalam memperlakukan kehidupan.  Selamanya kamu tetaplah kuat, ceria, dan tak banyak menuntut.

Buatmu, hidup bukanlah hitung-hitungan ruwet yang perlu dipusingkan atau ditakuti. Hidup terlalu bernilai untuk direcoki dengan segala remeh temeh semacam persaingan, pemenuhan ambisi, pengejaran cita-cita sukses, kekayaan materi dan lainnya, yang bagi banyak orang dianggap begitu berharga.

Hidup hanya pantas dijalani, disyukuri, dan dirayakan. Di dalamnya, selalu ada ruang untuk mendulang kebahagiaan dan berbagi keceriaan, meski dalam kondisi sulit yang mungkin tak terbayangkan bagi banyak orang.

Maka waktu buatmu adalah selalu tentang penyempurnaan kebahagiaan bagi mereka di sekitarmu; setia mendengar keluhan kawan, memberi saran saat diperlukan, mengunjungi nikahan, menengok saudara yang melahirkan,  atau bantuan dan pemberian untuk siapa pun yang kau pandang memerlukan. Hampir tak pernah terungkap persoalan-persoalanmu, kesulitanmu, keinginanmu, atau sekadar keluhanmu. Seakan kau dilahirkan memang untuk hanya mewarnai sekelilingmu. Tak berubah sejak pertama bertemu hingga kuantarkan engkau ke rumah terakhirmu.

Catatan 180810


Pertama  
Mencoba lelap di kamar ini, selepas pergimu
Buku-buku, rak kayu, detak jarum kaku
Masai baju dan dinding beku
Lipatan selimut, onggok gitar di sudut
Juga jernih mata bayi
Di potretmu
Mengantar ke sunyi paling sunyi
Di sini,
Coba merasai kembali
Aroma rambut dan hangat tubuh
Memaknai getir tangis dan asin peluh
Saat kau aku di satu waktu

Selalu,
Aku merindukanmu


                                   
  Bdg, Rabu 180810, Akhir hari…