menggamit jarimu sepanjang liku
jalanan dalam keriangan
bocah libur sekolah atau kesah
kelopak mawar yang rebah
lalu kita kan ributkan jemari mana
yang boleh tergenggam
“Cukuplah kelingking dan jari manisku,” kataku
“Aku ingin segenap jarimu,” ucapmu
kita berjalan
kelilingi taman atau memangkas lapangan
kerikil, debu, dan lumpur hitam
sesekali menepi;
mengerat penat, membasuh peluh
memahat hasrat kembara jauh
luruh
hari buram perlahan
labuh
kelam menyadap rawan bulan;
lunas sudah sehari
pulang, peraduan menanti
aku rindukan
pangku usap kepala
lembutmu raba kelopak mata
mengeja keriput di lingkar usia
menyesap detik sisa-sisa
di keningku, tinggal
gores pucuk jarimu kala merangkai aksara;
Tak pernah ku tahu muara masa
Kau terindah kupunya