Monday, November 11

Senja di Dermaga


Yang tak pernah kehilangan pesona; saat tiba senja.  Sebuah momen sekejab saat matahari lingsir di seberang cakrawala. Di ufuk barat, langit dan awan segera menyemburat warna jingga, sebelum nantinya terang benar-benar lenyap berganti kelam malam. Udara akan berangsur sejuk. Bayang semakin merunduk. Remang pun tumbuh.
Terlebih senja di sebuah dermaga kecil. Senja menjadi sebuah momen yang tak hanya indah, namun juga menggugah. Mengagumkan menyaksikan larik-larik warna yang terbias di langit, juga di laut. Beberapa perahu nelayan yang ditambatkan, bergerak tak pernah tenang; seperti jemu dikekang, rindu bertualang. Deret bangunan, juga sesekali manusia yang melintas, jadi bertambah elok disepuhi warna tembaga.
Sesekali akan tampak perahu nelayan melintas, kembali dari berlayar. Juga anak-anak yang riang bermain, berlarian, atau berenang di salah satu sisi pelabuhan. Para pemancing ikan, juga satu-dua pejalan kaki yang menikmati senja hari.  Sementara permukaan laut serupa sapuan cat berpuluh warna, berbaur mencipta manik-manik di setiap riaknya. Merah, kuning keemasan, lembayung, atau entah warna apa lagi, mengembang di permukaan air. Segala yang ada seperti sebuah komposisi sempurna; sebuah karya dari Yang Serba Maha.  
Senja, laut, dan dermaga memang sebuah kombinasi yang istimewa. Begitu mudah menerbitkan getar. Selalu mampu membawa hening tersendiri.  Seperti ada yang gaib, yang agung, menawarkan misteri yang tak gampang terselami. Sebuah ruang dan waktu yang gampang membawa pada khusyuk. Tak jelas benar mengapa. Mungkin karena senja, laut, dan dermaga begitu lekat dengan segala renung tentang hidup.