1
Di Stasiun Tugu. Menanti tiba waktu.
Diam, larut dalam semedi bangku-bangku
Malam belum lagi utuh. Selajur
jingga tersisa di langit jauh
Terang surut. Berangsur luluh
bayang-bayang suram, gerak rupa berpaut dalam kelam
Lelampu mulai menyala. Angin
berjingkat tergesa
Azan menggema. Getarnya hingga ke
dada
2
Menghirup udara, menampung
semampunya. Mata pejam. Pelan nafas kuhembuskan
Di sini, barangkali lengang tak
sempat ada. Suara beragam benda, bertabur cakap manusia;
Berebut hidup, bergelut mencari
ruang semayam
Tak pernah sepenuhnya sepi. Setiap
saat kereta datang dan pergi. Mengular gerbongnya membawa wajah-wajah berganti
Wajah-wajah beragam warna.
Wajah-wajah memendam kata; Cerita yang kadang tak terpahami
Senyum itu, tangis itu, sering tak
bisa dibagi
Tatap mata itu; Kisah bisu
masing-masing hati
3
Menatap sekitar, lalu lalang
manusia. Alir penumpang turun dari gerbong kereta
Tak jauh jaraknya, bocah perempuan
lelap di peluk ibunya
Dua lelaki tua bercengkrama. Penjaga
toliet umum khusyuk menyesap asap rokoknya
Sementara di sudut, terpisah dari
ramai, sepasang muda berpeluk
Rapat menyandar di beku bangku besi;
seperti memerangkap sepi
Mungkin sedang berbisik tentang
rumah mungil di negeri entah
Atau sekadar menikmati waktu sesaat
menjelang pisah
Cakap angin tak tertangkap. Muram
malam tak cukup menyampaikan isyarat
Lagi, lunas usia sehari. Tak paham
ke mana takdir membawa nanti
4
Seorang ibu mendekat. Telah semai
uban di kepala, keriput menatah sekitar mata
Senyum, menjajakan minum dan
makanan. Bercakap seadanya, kupesan hangat teh manis dan penganan
Kembali wajah-wajah berlintasan,
serupa garis terlerai paksa dari utuh sketsa
Seperti tercecer, seperti terikat
pula
Ada akrab; merasa sesama titik air
di satu arus sungai. Ada asing; setiap gerak berada di langgam yang beda
Di sini persinggahan. Cukuplah tatap
mata atau sapa sederhana. Sesekali bertukar kisah dan dongengan, sekadar
menuntaskan jeda
Hingga datangnya kereta, membawa
pada akhir kembara masing-masing kita
5
Kereta tiba. Dua puluh tiga menit
terlambat dari jadwal semula
Derak roda melindas rel jalur lima.
Lenguhnya meretakkan lapis udara
Kemudian suara; berharap penumpang
bergegas masuki gerbong kereta
Tubuh-tubuh beranjak tinggalkan
bangku tunggu. Seekor kupu tersesat sinar lampu
Empat jam lebih menunggu. Tiang
stasiun tegak kaku.
Berdiri. Lengan kurentangkan. Leher
dan kepala meliuk perlahan
Memeriksa tiket keberangkatan;
gerbong empat, kursi baris kedelapan
Malam kini sempurna. Pekat sampai di
puncaknya. Terasa di kulit wajah, udara menyimpan basah
Barangkali hujan turun sesaat lagi.
Menghapus kerontang, menyiramkan harap di bumi
6
Menepi di kursi sisi jendela. Dalam
gerbong dunia sendiri
Wajah-wajah asing, asik dengan
keruwetan masing-masing
Tak ada kericuhan. Setiap penumpang
seperti sama mengerti di mana tubuh mesti disandarkan
Nomor-nomor kursi itu telah
dipastikan, nyaris tanpa pilihan; serupa takdir disematkan di badan
Pernah kudengar, takdir manusia
telah ditentukan berabad sebelum kelahiran
Tercatat. Dari detik pertama dua sel
dipertemukan. Hingga kali terakhir jantung didetakkan
Mungkinkah takdir berganti? Tak
mungkinkah manusia terlibat dalam penentuan lahir, hidup, dan mati?
Bukankah penumpang kereta ini pun
kadang bersedia bertukar nomor kursi?
Gerak di luar jendela, menjelma film
bisu pengantar tidur malam hari
Senyap merambat dada; akankah tuntas
perjalanan ini?
7
Beranjak kereta, berdesah tinggalkan
stasiun kota. Pendar lampu membias di lembab kaca jendela
Halus titik embun sedikit
memburamkan jernihnya
Kosong kursi di sisi. Tak terisi.
Kawan seiring tiada di sini
Barangkali di stasiun berikut ia
sedang menanti. Mungkin memang tak akan pernah ada penghuni
Hidup serupa laju kereta. Rangkaian
gerbong berarak sarat cerita. Sedang kawan seiring tak gampang diduga
Kadang ia telah lebih dulu ada,
menanti di kursi kereta. Bersama sejak keberangkatan di stasiun pertama
Namun tak jarang ia hadir di
stasiun-stasiun antara. Stasiun-stasiun di serentang jalan kita
Kadang ia temani menuntaskan gulir
roda, hingga tiba di stasiun terakhir
Tak jarang ia mendahului turun
sebelum perjalanan berakhir
Seakan hanya soal waktu; siapa
berpamit lebih dulu
Udara beku. Gelap di seberang kaca,
sesekali kerlip lampu
Kereta melaju. Tiang kaku dan deret
bangku Stasiun Tugu, segera jadi cerita lalu
Yogya-Bdg, akhir Oktober 2012