Sebagaimana muskil menggambar kesegaran pagi selepas hujan semalam, tak pernah ada kiasan yang benar-benar mampu utuh menggambarkan kehadiran indah di kehidupan. Hanya khusuk; hanya haru; hening. Sejenis kelegaan diam-diam ketika keharusan dan tugas telah dituntaskan.
Manusia dipaksa senantiasa berjejak di tanah genting; antara merayakan dan mengutuki hidup. Kadang tawa menjadi bahasa keseharian, namun lebih sering luka memasung detak jantung. Kerap jalan terjal melelahkan, sesering turunan curam menguji batin dan ketegaran; hidup memang tak mengenal jalan landai.
Dan ketika semua yang berharga terasa leleh, mencair menjadi getir, begitu menggoda berpikir; alangkah mudah seandainya hidup seketika berakhir.
Takdir serupa rimba; manusia dikutuk menggeluti labirinnya. Mereka yang memiliki ketajaman indra, yang memiliki keberanian dan kekuatan menghadapi segala mara, juga yang peka membaca gejala, akan menjadi raja di dalamnya. Namun sejarah mengajar kita, hanya mereka yang percaya bahwa semesta selalu memberi yang terindah untuk manusia, yang akan menemu jalan pulangnya.
Bdg, 300511