Monday, May 30

Gumam 02


Yang indah senantiasa ada; meski ia tak selamanya hadir di pandang sederhana kekanakan kita. Yang indah akan selalu dan selalu menyediakan diri untuk kita; meski lebih sering kita menghakiminya sebagai sebentuk sia-sia, melulu karena ketergesaan kita mengeja tanda.

Sebagaimana muskil menggambar kesegaran pagi selepas hujan semalam,  tak pernah ada kiasan yang benar-benar mampu utuh menggambarkan kehadiran indah di kehidupan. Hanya khusuk; hanya haru; hening. Sejenis kelegaan diam-diam ketika keharusan dan tugas telah dituntaskan.

Manusia dipaksa senantiasa berjejak di tanah genting; antara merayakan dan mengutuki hidup. Kadang tawa menjadi bahasa keseharian, namun lebih sering luka memasung detak jantung. Kerap jalan terjal melelahkan, sesering turunan curam menguji batin dan ketegaran; hidup memang tak mengenal jalan landai.

Dan ketika semua yang berharga terasa leleh, mencair menjadi getir, begitu menggoda berpikir; alangkah mudah seandainya hidup seketika berakhir.

Takdir serupa rimba; manusia  dikutuk menggeluti labirinnya. Mereka yang memiliki ketajaman indra, yang memiliki keberanian dan kekuatan menghadapi segala mara, juga yang peka membaca gejala, akan menjadi raja di dalamnya. Namun  sejarah mengajar kita, hanya mereka yang percaya bahwa semesta selalu memberi yang terindah untuk manusia, yang akan menemu jalan pulangnya.


Bdg, 300511

Gumam 01


Ada  sebuah sabda; Waktu akan menyembuhkan semua luka. Waktu melangkah dalam gerak yang lempang; dari kini kepada nanti, tak mengenal kembali. Maka yang lewat telah silam. Yang lalu tenggelam dan makin tenggelam.

Sedang luka, sebagaimana semua yang fana, terikat kodrat; terbawa arus masa. Karenanya seakan sebuah keniscayaan; sedalam apapun luka, ia akan pulih seiring waktu berjalan, berangsur lenyap  dalam gerak matahari terbit-tenggelam.

Terasa betapa waktu dan luka memiliki rupa yang gampang teraba. Ia begitu pasti, gamblang, terjelaskan.

Namun manusia dikutuk dengan sepasang sayap yang membuatnya terjerat antara yang lalu dan kini; juga mengembara kepada nanti.  Sayap kembar itu bernama Ingatan dan Angan. Berhadapan dengan kuasa ingatan dan angan; waktu dan luka jadi tak lagi sederhana.


Indramayu, 220511

Sunday, May 15

Mei


Selalu ada denyar yang lebih, setiap kali kalender menapaki bulan ini; Mei.

Memang masih bulan yang biasa, bagian dari penanda waktu yang juga biasa. Hanya karenamu, ia jadi terasa beda. Di bulan ini, syukur jadi terasa wajib dihaturkan, doa terbaik mesti  dipanjatkan.  Begitu yang kutahu.

Biasanya akan  ada riang ketika pandang-senyum bertemu. Penasaran akan bingkisan kecil yang mungkin hadir. Atau rencana-rencana sederhana yang kita reka bersama; sekadar penanda, hari ini bukan hari biasa.

Dan betapa terasa berharga segala hal sederhana itu ketika ia telah sampai padamu. Sebab pandangmu senantiasa mampu yakinkan; sekecil apapun itu, sesepele apapun persembahanku, adalah keindahan tak berbanding bagimu.  

Kadang juga nyata gerammu, kala lupa menyergap kepala. Ya kuingat, pernah itu menimpa kita. Meski takkan lama, dan hanya akan berakhir dengan ucapanmu; “Sudahlah.. tak mengapa. Aku tahu kamu…” Lalu engkau tersenyum, dan… tersibaklah mendung di pandangmu, berganti mentari yang seperti biasa menghangatkan langit orang-orang disekitarmu. Tahukah kau, betapa lapang rasa karena pengertianmu?

Dan betapa puas melihat cemberutmu, ketika ada kalanya aku berpura lupa. Sedang aku tahu, engkau selalu ingin aku mengingatnya. Lalu bila hampir sampai batas sabarmu, dan tak lagi tega memandang sedihmu, kubisikkan ucapan itu buatmu. Maka kesal tertumpah, dengan cubit yang tetap terasa indah. Sungguh.. terasa kini, itulah hari saat surga nyata di bumi.

Namun sejak terbitnya hari itu, buatku, Mei akan selalu melahirkan haru…  
Sebab (kini dan nanti) hanya kenang yang tinggal jadi milikku.

Selamat Ulang Tahun…

Semoga Alloh mengampuni segala salah-dosamu,
Semoga Alloh mengaruniakan berkah dan kesejahteraan untukmu,
Semoga Alloh menyiapkan  yang terindah bagimu,
Damai, keselamatan, dan rahmat Alloh semoga selalu tercurah buatmu…


Handayani, 150511

Saturday, May 14

Perjalanan


Kutemu senyummu 
lekat di gulir rintik
leleh buram sisi kaca
basah bisu sealur kota
renta berarak gedung dan tiang
ngungun dalam keanggunan pertapa

Senja di ujung kini
pekat hinggap sedetik lagi
Tiada lembayung sebagaimana biasa
Hari mengucap selamat tinggal
Bayang
berkejaran setepi jalan
kenang
berpendaran di peluk angan

Kutemu tawamu 
gema di sela
Erang mesin, serak angin di jendela
Juga desah desir roda
Mengaus jarak
melulu arah maju menuju; 
serupa waktu

rubuh
malam menghampar jauh
kelam beradu pucat lampu
tengadah. Ujung jalan masih mencari
Jejak yang tinggal berai perlahan
Kabur dalam rabaan hujan
Sedang geriapmu
setia seturut laku


Handayani- Surapati, 110511