Teringat kata para saudara, dulu
sekali, saat sesekali masih menyempatkan bermain di hutan atau sekali waktu
terseret arus semangat mereka melakukan pendakian:
“Saat jalanan terasa menanjak, tak
perlu terlalu sering menatap puncak – titik tujuan itu. Puncak takkan beranjak,
terlalu sering menatapnya akan membuatmu terlanjur letih berpikir tentang
jarak. Cukuplah menapak wajar semampumu, kepala runduk lumrah, membagi beban
selaras badan,sabar dan mawas di setiap langkah; begitulah.. maka pendakian
akan terasa lebih mudah.
Sesekali istirahatlah. Berhenti
sejenak. Sempatkan menikmati panorama, menikmati gemercik air kali, atau
kembang-kembang, atau burung-burung yang melintas sesekali.
Atau menghirup sepuasnya kesegaran
udara, atau merayakan keindahan-keindahan kecil yang kita temui di sepanjang
perjalanan kita; percaya saja, semua itu akan memperkaya kita.
Tapi jangan berhenti terlalu lama.
Jangan melupakan tujuan semula. Segeralah kembali melangkah. Tanggalkan semua
yang hanya menambah beban. Tinggalkan yang memang semestinya ditinggalkan.
Jalan masih tersisa panjang, dan malas begitu gampang datang. Hari selalu
memiliki batasnya, sedang cuaca tak pernah bisa diterka.”