Ada waktunya, ingatan mesti direbahkan. Kenang didamaikan meski dalam perih
diamdiam. Dan kita dipaksa mengakui segala yang selayaknya diakui, merengkuh
kenyataan yang takkan pernah terhindari; mengakrabi takdir, meski getir. Konon,
begitu kehidupan mendidik kita, jadi dewasa di genggam-Nya. Tapi tak di saat
ini, di tempat ini.
Ada yang mesti kita relakan hanyut seturut kecipak waktu. Terlarung bagai
guguran daun terapung menuju entah. Belajar melepaskan tuk mendapatkan. Melebur
tuk menemukan. Tapi ternyata tak pernah sederhana, terlebih untuk segala
tentangmu. Tak saat ini, di tempat ini.
Terlanjur terbiasa regam jemari hangat, tawa memendar relung nadi sepanjang
hayat. Tembok tua dan bangku kayu, menggigil rindu wangi tubuhmu.
Detik tanggal, angin suruk terdampar; meraba kusam jendela, meraba rasa
dalam asing sempurna. Senyap tiba. Sementara benam matahari hanya penegas
benderang dan pekat betapa rekatnya.
Kini lengkap sudah temaram. Lampulampu mulai dinyalakan, penat disandarkan.
Sedang kisah purba di jantung berlintasan. Maka meski sejenak, hanya ingin
sejenak, ijinkan kembali embun rekah di mata. Sebelum terbit pagi pertama, dan
jejakjejak baru menunggu dicipta.
Pwt-Bdg, 160912
No comments:
Post a Comment